π•Šπ•š π•‚π•£π•šπ•₯π•šπ•Ÿπ•˜ 𝔹𝕖𝕣π•₯π•–π•Ÿπ•˜π•œπ•’π•£

Sore ba'da ashar sepulangku dari kantor, setelah mandi dan melaksanakan sholat ashar, seperti biasa aku duduk santai diteras rumah sambil menyaksikan riangnya anak-anak bermain bola sepak didepan rumahku. Kebetulan ada tanah kosong yang cukup luas dan belum dimanfaatkan, pada waktu tertentu kadang aku pun ikut bermain bergabung dengan mereka sekedar untuk melemaskan persendian dan mencari keringat.

Namun sore itu, karena masih tersisa lelah oleh kesibukan kantor, aku memilih untuk duduk-duduk saja menyaksikan mereka bermain bola sepak sambil menikmati kopi hangat yang disediakan oleh istriku.

Pada tempat terpisah dari anak-anak yang sedang bermain bola sepak, dari balik pintu pagar aku melihat Ratu Syaqila, cucuku, yang familier dikeluarga dipanggil si Kriting, tampak sedang bertengkar kecil dengan kawan sepermainannya. Ntah apa yang mereka rebut dan perdebatkan, keduanya cemberut. Pikirku, pemicunya pasti pada soal mainan. Maklum anak-anak, kadang hanya karena mainannya tak sengaja dipegang atau karena memang sengaja dipegang oleh temannya karena temannya itu tertarik dengan mainan temannya yang lain.

Ratu Syaqila (Sumber foto: Prie)

Aku membiarkan saja, bukan tak empati atau senang melihat si Kriting bertengkar,  namun ini aku anggap hal yang wajar, anak usia 3-5 tahun masih memiliki egosentris yang tinggi dan tidak bisa memahami jika orang lain memiliki pemikiran yang berbeda dengan dia.

Alasan lain, karena ini bagian dari mereka bersosialisasi. Semakin sering anak-anak bermain dengan teman sebayanya, maka kemampuan bersosialisasinya pun semakin terasah, meski acapkali pertengkaran kecil sering terjadi dengan pemicu hal-hal sepele seperti berebut mainan.

Menurut Dr. Peter Coleman, Ph.D., seorang professor psikologi dan pendidikan di Columbia University, ada orangtua yang sengaja tidak ikut campur tangan agar anak-anak belajar untuk menyelesaikan sendiri. Namun, ada juga orangtua dengan tipe mendidik anak yang dikenal dengan istilah Helicopter Parenting.

Tipe helicopter parenting ini merujuk pada orangtua yang selalu ada di sekitar anak seperti helicopter mengawasi segala aktivitas si Kecil. Meski membuat segalanya terkendali, model ini berpotensi si Kecil akan bergantung pada orangtua.

Kalau menurut Dr. Coleman, sebaiknya hal tersebut dilakukan dengan seimbang. Orangtua bisa ikut campur tangan bila dirasa perlu, misal anak-anak mulai menggunakan benda atau mainan untuk saling pukul, dan si Kecil harus terlibat dalam penyelesaian masalah tersebut. Tapi, ada saatnya orangtua harus membiarkan hal tersebut, beri kesempatan agar Si Kecil berusaha memecahkan masalahnya sendiri.

*****

Aku masih diam berdiri dan memperhatikan dari balik pintu pagar rumah, kali ini aku malah tersenyum-senyum sendiri. Bagaimana tidak, si Kriting dan temannya itu bertengkar seperti orang yang sedang berdebat layaknya politisi ulung, sementara ucapan perkataan dari mereka masing-masing tak jelas artikulasinya, namun herannya mereka bisa saling menjawab. Yang satu TK kecil dan yang lain baru akan masuk TK kecil.

Tiba-tiba aku merasa kupingku ada yang menyentil dengan jari, dengan sedikit kaget aku menoleh, ternyata istriku.

"Anak berantem kok malah di tonton aja," kata istriku yang selalu membahasakan cucu dengan panggilan anak.

"Sssstt...! Gak apa-apa, mereka sedang berlatih berdebat," jawabku sambil memberi kode jari kebibir sebagai tanda jangan berisik atau mengambil sebuah tindakan.

Tak lama berselang, akhirnya aku panggil keduanya, aku minta mendekat. Lalu aku nasihati agar jangan bertengkar. Meskipun terbilang masih balita namun ternyata keduanya sudah dapat saling mengadu tentang siapa yang salah.

Ratu Syaqila (Sumber foto: Prie)

Aduan yang satu dibantah oleh aduan yang lain dengan bahasa yang aku sendiri sulit mengartikannya. Sungguh, emosi anak-anak ini memang belum seimbang dengan kata-katanya. Alhasil jangankan mengerti siapa yang salah atau benar, untuk menangkap alur peristiwa yang mereka ceritakan saja aku kebingungan.

Istriku yang menyaksikan adegan ini, bukannya membantuku untuk mentranslate perkataan mereka, malah melepas gelak tawanya melihatku yang sedang kebingungan. [Prie]

*****

9 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama