Cerpen Karya: Suprianto atau yang akrab disapa Prie ini, telah dimuat sebelumnya oleh media online Pratama Media News, portal berita yang menyajikan berbagai kabar dan informasi terhangat yang disajikan oleh reporter profesional dari dalam negeri maupun manca negara, pada 28 April 2023, dengan editor JHK.
"Pak, warga banyak kehilangan kambing. Pasti ada maling," ujar salah seorang warga yang ditemui Tukiran di ujung jalan desa.
"Jangan asal tuduh. Gak mungkin ada maling. Kita kan punya Satpam kampung. Bahkan, jumlahnya cukup banyak, hampir setiap sudut kampung. Masuk dari mana malingnya? Gak mungkin!" Balas Tukiran setengah tak percaya atas laporan sepihak dari warganya.
"Nyatanya kambing warga banyak hilang, Pak Lurah," sanggah warga berusaha meyakinkan orang paling berkuasa di desanya tersebut.
"Kalian mencurigai para Satpam?" Jawab Pak Lurah dengan nada penuh selidik.
“Bukan, Pak. Kami mencurigai ada maling,” jawab warga meluruskan pemikiran negatif Pak Lurah.
“Masuk dari manaaa?” Tanya Pak Lurah lagi.
“Namanya maling, Pak. Pasti selalu punya cara,” jelas warga gaya ngeyel.
“Udah, gini aja. Kasih bukti. Bawa kemari kambing kalian yang hilang,” ujar Pak Lurah dengan nada kesal.
“Yaelah, Pak Lurah. Udah hilang … gimana jadi bukti!” jawab warga lagi sembari agak mencibir.
“Berarti enggak hilang, dong. Gimana saya percaya kambing kalian hilang kalo enggak ada bukti,” ujar Pak Lurah lagi seperti jawaban pelawak yang sering nongol di TV nasional.
“Kambing kami berkurang Pak Lurah. Itu buktinya,” kembali warga ngotot, adu argumentasi dengan Pak Lurah yang kelihatan super bego.
“Gimana saya bisa tahu laporan kamu ini betul atau salah. Jangan-jangan ini cuma rekayasa doang. Contohnya kambing kamu, aslinya punya lima, tapi ngakunya ke saya punya tujuh. Bilang ke saya hilang dua ekor dicuri maling. Benar enggak?” Balas Pak Lurah sontoloyo tersebut seenak udelnya.
“Ya Allah, Pak Lurah. Kok, jadi mbulet gini. Pak Lurah itu pimpinan di sini. Kami, warga di sini lapor karena kami semua kehilangan. Apa untungnya kami bohong? Kami takut kalo dibiarin, malingnya nanti semakin merajalela,” sanggah warga yang wajahnya terlihat kesal sekali.
“Nyatanya, kambing saya enggak hilang tuh,” sanggah Pak Lurah kembali berargumentasi.
“Ya ampun, Pak! Jadi, Pak Lurah baru percaya ada maling setelah Pak Lurah ikut kehilangan?” Jawab warga mulai emosi.
“Sekarang ini musim hoaks. Walaupun banyak dari kalian yang sudah banyak kehilangan, belum tentu ada maling. Lah, kalian nggak ada bukti. Kambing saya juga aman-aman saja, kok,” jawab Pak Lurah bego tersebut dengan gaya cuek, seolah-olah apa yang dilaporkan warganya cuma isapan jempol belaka.
Pak lurah pun nyelonong pergi meneruskan langkahnya sambil diiringi beberapa begundalnya yang setia. Warga yang masih nyerocos panjang lebar dibiarkannya begitu saja, dia tetap dengan pemikirannya yang sesat.
***
Sehari kemudian, giliran beberapa orang warga yang kemarin ditinggalkan Pak Lurah mendatangi kantor desa menemuinya. Kehadiran mereka ingin meluruskan pembicaraan yang tak berujung kemarin tentang bukti kehilangan. Kali ini warga datang dengan bukti, sesuai dengan keinginan Pak Lurah.
“Pak Lurah, ini ada bukti. Warga pasang CCTV. Tuh, bener ada malingnya, kelihatan,” ujar warga dengan penuh keyakinan yang tinggi.
Pak Lurah pun dengan seksama memperhatikan rekaman CCTV yang diperlihatkan warganya. Dengan sigap bagaikan seorang pakar IT, Pak Lurah memberikan analisisnya.
“Ha ha ha. Yakin itu maling? Saya curiga ini salah satu dari kalian yang pura-pura jadi maling. Muka sengaja ditutupi. Terus bilang video ini sebagai bukti. Atau, bisa jadi kalian edit sendiri. Ayo ngaku?” Ujar Pak Lurah yang balik menuduh warganya sendiri.
“Astaghfirullah, Pak Lurah. Kemarin Pak Lurah minta bukti, kan? Ini bukti real, Pak,” jawab warga dengan perasaan kecewa.
“Jangan gegabah, menuduh sembarangan. Jangan-jangan kambing kalian itu sebenarnya hilang karena dimakan binatang buas. Belum tentu karena kemalingan,” sanggah Kepala Desa sontoloyo tersebut seenaknya.
“Dari dulu, kampung kita nggak ada binatang buas, Pak Luraaah,” jawab warga dengan nada mulai meninggi.
“Enggak usah debat saya. Gini aja. Video CCTV ini saya bawa untuk diselidiki. Kalau kalian terbukti bohong, kalian yang saya laporkan ke polisi. Satu lagi, siapa yang pasang CCTV?” Tanya Pak Lurah kepada warganya.
“Kami, Pak Lurah. Warga sum-suman belinya,” jawab warga lagi apa adanya.
“Kalian melanggar aturan. Jika untuk kepentingan kampung, harus seizin saya. Kalian sudah melangkahi wewenang saya sebagai lurah. Kalian bisa dituntut,” jelas Pak Lurah kepada warganya yang semakin pusing tujuh keliling.
“Jaaaangan, Pak Lurah. Kami minta maaf jika salah. Kami kan cuma mau lapor kerugian akibat kehilangan kambing kami, tidak ada maksud lain,” jawab warga dengan nada agak memelas setengah ketakutan.
Hari itu disepakati hasil rekaman CCTV akan dibawa Pak Lurah ke polisi untuk diperiksa. Warga diminta sabar menunggu hasilnya.
***
Beberapa hari kemudian, warga kembali datang ke kantor desa untuk menanyakan hasil pemeriksaan polisi terhadap CCTV mereka.
“Gimana, Pak Lurah hasil rekaman CCTV kemarin?” tanya salah seorang warga.
“Asli,” jawab Pak Lurah singkat.
“Terus?” tanya warga lagi.
“Ya, mau gimana lagi. Itu orang ketutup wajahnya. Jadi sulit dipastikan siapa mereka,” jawab Pak Lurah datar.
“Apa gak perlu kita tanyai Satpam, Pak Lurah?” usul warga berusaha memberi solusi.
“Maksud kalian apa? Satpam itu suruhan saya. Saya yang gaji mereka. Kalian curiga mereka? Itu artinya kalian curiga sama saya. Kalian akan saya tuntut,” jawab Pak Lurah.
Sungguh tak disangka, Pak Lurah marah besar ketika warga meminta Satpam diperiksa. Kecurigaan warga tentu bukan tanpa alasan. Tidak mungkin maling berani masuk ke wilayahnya tanpa ketahuan jika sistem keamanan di desanya sudah baik.
Menghadapi kenyataan atas ulah Pak Lurah yang arogan dan mau menang sendiri tersebut akhirnya warga menyerah. Tentu saja warga menyerah bukan tanpa alasan. Betapa tidak, Kapolsek ternyata adik kandung Pak Lurah. Juga Satpam, semuanya orang-orang suruhan Pak Lurah.
Pak Lurah mengklaim bahwa dia yang selama ini telah menggaji Satpam, padahal gaji mereka dibayar dari iuran warga. Memang benar yang memberikan gaji ke Satpam itu langsung dari tangan Pak Lurah, tidak dari masyarakat. Namun, sumber uangnya ya tetap saja dari masyarakat.
Eh, tunggu dulu! Kok, terkesan Pak Lurah membela maling, ya? Ah, sudahlah. Warga tak ingin ribut. Entah apa yang disembunyikan Pak Lurah. Warga hanya bisa berharap agar keadilan berpihak kepada mereka, tapi entah sampai kapan. Warga yakin, kebusukan akan terbongkar dengan sendirinya. Namun, untuk saat ini, warga membiarkan kejadian ini menjadi misteri.
***
Posting Komentar