𝕄𝕖𝕟𝕦𝕝𝕚𝕤 𝓢𝓪𝓪𝓽 𝕌𝕤𝕚𝕒 𝕊𝕖𝕟𝕛𝕒

Artikel dengan judul  "Menulis Saat Usia Senja" ini ditulis oleh: Suprianto atau yang akrab disapa Prie, telah dimuat sebelumnya oleh media online Pratama Media News, portal berita yang menyajikan berbagai kabar dan informasi terhangat yang disajikan oleh reporter profesional dari dalam negeri maupun manca negara, pada 29 Mei 2023, dengan editor JHK.

Seorang teman pernah mengatakan kepada saya; "Tulisan kamu sudah bagus, bahasa yang kamu pilih sederhana dan mudah dipahami, kesalahan (𝘵𝘺𝘱𝘰) tulisan kamu bisa dibilang tidak ada, kalau pun ada itu dalam batas wajar yang relatif sering dilakukan oleh penulis."

Sebenarnya saya bukan seorang penulis, lebih-lebih pernah menerbitkan karya berupa buku. Saya hanya 𝘯𝘥𝘪𝘭𝘢𝘭𝘢𝘩 senang menulis, bahkan semasa SMP dulu saya termasuk yang paling rajin mengisi majalah dinding sekolah dengan bait-bait puisi.

"Kalau kamu senang menulis, sebaiknya kamu punya Blog Pribadi sebagai wadah untuk mengimplementasikan ide, buah pikiran dalam bentuk kata dan kalimat," sambung teman saya tersebut.

"Atau gini deh, coba kamu menulis artikel apa aja yang berkaitan dengan aktifitas kamu. Atau bisa juga liputin kegiatan yang sering kamu ikuti, nanti saya muat di media saya" kata teman saya lagi.

Secara kebetulan saya sering mengikuti kegiatan Safari Subuh dikota tempat saya tinggal, akhirnya tulisan dengan tema kegiatan Safari Subuh inilah yang kemudian secara rutin saya kirimkan kepada teman saya tersebut untuk dimuat di Media yang ia kelola.

Kesenangan saya menulis kini menggeliat kembali. Disamping untuk mengisi waktu senggang, juga untuk menyalurkan seni, karena menulis pun dianggap bagian dari seni.

Selain itu, kata teman saya tersebut pada sebuah artikel yang ditulisnya dengan judul "𝘉𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘔𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘏𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘔𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘗𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴" menjelaskan bahwa; Menulis bisa membuat jiwa kita sehat dan terhindar dari penyakit. Misalnya kita kesal karena melihat lalu lintas macet dan marah kepada polisi dan pemerintah yang tidak mampu mengatasi masalah tersebut. Nah, daripada kita marah-marah tidak karuan, lebih baik menulis artikel. Tumpahkan uneg-uneg tersebut ke dalam tulisan, lalu berikan masukan kepada pihak kepolisian dan pemerintah secara konstruktif. Dengan cara ini beban batin tersalurkan dan kita akan terhindar dari kebencian dan penyakit jiwa.

Akhirnya beberapa tulisan saya berupa artikel, cerita-cerita pendek dengan tema religi, asmara, kemudian saya muat sendiri di Blog pribadi milik saya dan beberapa juga dimuat di media milik teman saya itu.

Kepekaan saya terhadap ide-ide untuk mendapatkan inspirasi mulai tinggi. Apa saja yang saya lihat, saya dengar, atau yang saya rasakan, begitu saja mengalir dan membakar jiwa kemudian mendorong saya untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan. Bahkan tanpa melalui proses melihat, mendengar, atau merasakan pun kadang saya bisa mendapatkan inspirasi, hanya dengan membayangkan, mengkhayal atau berimajinasi.

Meski demikian, ada juga saatnya ide itu 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘦𝘵 tak kunjung muncul. Disaat situasi seperti ini, jangankan menulis satu paragraf, merangkai aksara menjadi satu kalimat pun kesulitan. 

"Keluar rumah dulu Lur," kata teman saya itu memberi saran. "Minimal bates halaman rumah deh, jadinya agak refresh dikit, dan nanti biasanya ide-ide akan muncul lagi."

Nasehat teman ini saya ikuti, dan ternyata memang ada benarnya, terlebih ketika saya sehabis mengunjungi sebuah tempat misalnya 𝘒𝘦𝘥𝘢𝘪 𝘒𝘰𝘱𝘪. Sembari menikmati seduhan secangkir kopi hangat serta menikmati akustikan di 𝘢𝘯𝘨𝘬𝘳𝘪𝘯𝘨𝘢𝘯 tersebut, inspirasi mulai datang menghampiri.

Mengutip artikel "𝘐𝘯𝘴𝘱𝘪𝘳𝘢𝘴𝘪 𝘔𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴" dari Edi Prasetyo; Inspirasi itu sebenarnya hanya merupakan percikan ide-ide kreatif. Ide-ide kreatif ini akan menyulut atau bahkan membakar proses kreatif seseorang atau tidak, tergantung pada tingkat kepekaan seseorang untuk menangkap dan memanfaatkannya. Bagi orang yang memiliki kepekaan yang tinggi, akan mudah sekali tersulut atau bahkan terbakar jiwanya untuk melakukan tindakan kreatif. Namun sebaliknya, bagi orang yang kepekaannya rendah, percikan ide-ide kreatif tersebut tetap saja tak akan mampu menyulut apalagi membakar jiwanya untuk melakukan tindakan kreatif.

Kepekaan tersebut akan mudah dimiliki manakala seseorang selalu mempunyai pandangan yang positif terhadap apapun yang ada di sekelilingnya. Selama orang berpandangan bahwa apa saja yang dilihat, didengar, maupun dirasakan memiliki manfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain, maka ide-ide menulisnya tak akan pernah berhenti. Sebab dengan memiliki pandangan seperti itu, secara kreatif tentu setiap orang akan berkeinginan untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.

*****

Mulai kembali banyak membaca, ini salah satu cara yang saya lakukan untuk memulai menajamkan lagi kepekaan terhadap ide-ide. Bergabung pada grup "𝘒𝘰𝘮𝘶𝘯𝘪𝘵𝘢𝘴 𝘗𝘦𝘯𝘶𝘭𝘪𝘴 𝘒𝘳𝘦𝘢𝘵𝘪𝘧" juga salah satu diantaranya. Grup ini memfasilitasi 𝘊𝘰𝘮𝘮𝘶𝘯𝘪𝘵𝘺 𝘊𝘩𝘢𝘵𝘴, sebuah ruang obrolan yang mendiskusikan bagaimana cara menulis. Meski lebih banyak hanya sebagai penyimak obrolan tersebut, namun poin-poin yang didiskusikan dapat saya petik sebagai metode atau referensi untuk melanjutkan kegemaran saya menulis di usia yang mulai memasuki senja.

Dari sekian banyak teori, petunjuk, kiat tentang bagaimana cara menulis, termasuk juga didalamnya tentang bagaimana melahirkan ide-ide yang melahirkan inspirasi kreatif, bagi saya (dengan tetap memperhatikan petunjuk, teori diatas) metode 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵, 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳, 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 adalah cara yang benar-benar ampuh untuk melahirkan sebuah inspirasi.

Pernah satu ketika ban sepeda motor saya tiba-tiba bocor, saat itu saya baru selesai menunaikan ibadah sholat jum'at. Sambil menunggu ban motor tersebut ditambal, iseng saya mem-foto ban itu dan mengirimkan kepada teman saya tersebut dengan disertai captions "Mungkin ini terjadi karena saya tadi lebih banyak bermain hp ketimbang mendengarkan khatib".

Nah, ini ide bagus Lur untuk ditulis, satu sisi kita sedang mendapat musibah, disisi lain ada orang yang mendapatkan rezeki. Kemas dan masukkan nilai-nilai religi pada tulisannya nanti, kata teman saya menanggapi foto yang saya kirim itu.

Beberapa hari kemudian saya mulai merangkai aksara demi aksara menjadi tulisan. Hampir tanpa hambatan sama sekali, bahkan jemari saya pun seolah-olah tidak harus mendapatkan perintah lebih dulu dari otak, terus saja menekan huruf-huruf pada papan tuts laptop menceritakan tentang ban pecah dan rezeki penambal ban.

Akhirnya nasehat teman saya tersebut untuk melihat sekitar tempat tinggal, bila memungkinkan mendatangi tempat yang akan kita jadikan objek penulisan saya terapkan ketika ide, inspirasi sedang 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘦𝘵. Jadi nanti kalau kebetulan anda adalah salah seorang teman saya atau memang mengenali saya, dan saat itu saya sedang berada disebuah tempat hiburan malam atau lokalisasi remang-remang, itu bukan karena saya sedang melakukan kemaksiatan, melainkan saya sedang mencari inspirasi. [Prie]

*****

https://pratamamedia.com/menulis-saat-usia-senja/

4 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama