π•Šπ•–π•€π•¦π•’π•₯𝕦 π••π•š π•Šπ•’π•ͺπ•šπ••π•’π•Ÿ π••π•’π•Ÿ 𝕂𝕄 ℕ𝕠𝕝 π•π• π•˜π•ͺπ•’π•œπ•’π•£π•₯𝕒

Artikel ditulis oleh: Suprianto atau yang akrab disapa Prie ini, telah dimuat sebelumnya oleh media online Pratama Media News, portal berita yang menyajikan berbagai kabar dan informasi terhangat yang disajikan oleh reporter profesional dari dalam negeri maupun manca negara, pada 2 Maret 2023, dengan editor JHK.

Pada penghujung tahun 2022 saya berkesempatan lagi singgah di Yogyakarta, setelah sebelumnya menempuh sebuah perjalanan via darat sejauh 1.119 Km dari Kotabumi, Lampung Utara menuju Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Saat singgah di Jogyakarta, saya teringat dengan lagu yang berjudul “Di Sayidan” milik band asal Jogja, Shaggydog. Tentu saja lagu ini begitu dikenal oleh seluruh penikmat musik tanah air. Dalam lirik lagu Sayidan tersebut ada kalimat:

Bila kau datang dari selatan
Langsung saja menuju Gondomanan
Belok kanan sebelum perempatan
Teman-teman riang menunggu di Sayidan

Di Sayidan, di jalanan
Angkat sekali lagi gelasmu kawan
Di Sayidan, di jalanan
Tuangkan air kedamaian

Terobsesi dengan lagu tersebut, kemudian saya bertanya kepada Sudarmadji, seorang kawan yang menetap di Yogyakarta, “Sayidan itu di mana?”

Sudarmadji, seorang teman sekolah saya di masa SD. Sudah puluhan tahun kami tidak pernah bertemu, kemudian ia menyarankan untuk mampir di Jogya.

"Ngaso dulu di Jogya Prie, perjalanan pulang ke Lampung kan masih jauh, biar badan seger dan fresh lagi," kata temanku tersebut.

Penulis berfose di Jl. Malioboro Jogyakarta bersama kawan (Sumber foto: Prie).

Penulis menikmati malam di Jl. Malioboro Jogyakarta bersama Istri (Sumber foto: Prie).

"Jalanan juga macet lho...," imbuhnya lagi melalui obrolan kami di handpone.

Memang, mendekati libur panjang akhir tahun seperti ini, dengan jalur pulang yang saya pilih dari Surabaya ke Lampung tidak menggunakan jalan tol, apalagi sudah berada dipenghujungnya tahun dapat dipastikan jalanan macet oleh banyaknya volume kendaraan yang digunakan orang untuk berlibur.

Selanjutnya, oleh teman saya tersebut, sesampainya di Jogya, saya diarahkan menuju kesebuah homestay yang letaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya. Meski sederhana, namun homestay ini memiliki ruangan yang lumayan luas, bersih, udara sekitar sejuk, menyediakan fasilitas cukup, termasuk peralatan dapur, lemari es dan televisi, murah, sehingga saya dan keluarga dapat beristirahat dengan cukup nyaman, serta tidak jauh dari pusat kota.

Penulis dan keluarga sedang menikmati makan di lesehan di Jl. Malioboro Jogyakarta (Sumber foto: Prie)

Penulis dan istri foto di Tugu Jogya sambil menikmati malam di Jl. Malioboro Jogyakarta (Sumber foto: Prie).

*****

Bagi orang luar Jogja, harus diakui Sayidan menjadi dikenal gara-gara lagu ini. Bahkan, mungkin juga bagi sebagian kecil orang Jogja sendiri. Sayidan dulu tidak begitu dikenal sebelum ada lagu berjudul “Di Sayidan” ini.

Keesokan harinya, sambil diantar kawan menuju ke Sayidan, saya coba mencari tahu melalui Google tentang Sayidan dan Titik Nol Kilo Meter Jogya.

Sayidan adalah sebuah kampung di pusat Kota Yogyakarta. Penanda yang cukup mudah dikenali jika hendak ke Sayidan adalah jembatan Sayidan. Ada tulisan besar huruf latin berikut tulisan huruf Jawa. Di bagian ujung ada semacam bangunan mirip pos penjaga. Hanya saja ini tidak difungsikan sebagai pos jaga, melainkan sebagai pintu gerbang masuk.

Penulis berfose disebuah bangunan yang menyerupai pos jaga di Sayidan (Sumber foto: Prie).

Kampung Sayidan berada di sisi barat sebelah selatan jembatan Sayidan. Di hadapannya atau di timur sebelah selatan jembatan adalah kampung Bintaran Kulon. Di sisi utara jembatan ada kampung Jagalan Beji. Kampung ini terletak di sisi timur sungai Code. Sementara di hadapannya ada kampung Ratmakan. Nama Sayidan berasal dari bahasa Arab. Konon di kampung Sayidan pernah tinggal orang-orang Arab.

Penulis sedang melintasi Jembatan Sayidan (Sumber foto: Prie).

Beberapa tempat yang menarik dikunjungi di kawasan ini antara lain bisa menikmati sajian kuliner angkringan di pinggir sungai. Bagi yang suka blusukan ke kawasan urban, Sayidan dan kampung-kampung di sekitarnya menawarkan keunikan tersendiri.

Di sisi barat ke arah selatan ada sebidang tanah kosong dengan tembok penuh mural. Tempat ini pernah menjadi lokasi syuting film “Surat Cinta untuk Starla”. Banyak yang memanfaatkan lokasi ini untuk berswafoto (foto selfie).

Setelah cukup puas melihat-lihat keadaan di Sayidan, kemudian saya bergerak maju menuju titik nol kilometer. Kilometer nol Kota Jogja hanya berjarak sekitar 1,5 km dari Sayidan. Kilometer nol sendiri adalah sumbu di perempatan Benteng Vredeburg, Kantor Pos, Kantor Bank BNI, dan Gedung Agung.

Semula saya beranggapan, bahwa titik nol kilometer yang dimaksud berada di Keraton atau di Tugu Pal Putih. Ternyata letak titik nol kilometer berada di lintasan, antara Alun-alun Utara hingga Ngejaman di ujung Selatan Malioboro. Ada sebuah papan peringatan resmi di depan bekas bangunan Senisono yang bisa menjadi petunjuk di mana tepatnya titik Nol Kilometer tersebut berada. Titik itu berada di sekitar perempatan jalan yang ada di depannya.

Penulis dan keluarga foto sambil menikmati malam di Jl. Malioboro Jogyakarta (Sumber foto: Prie).

Kawasan di sekitar titik nol kilometer ini merupakan kawasan wisata sejarah. Di kiri-kanan, ada bangunan-bangunan kuno yang sering juga disebut loji. Yakni, bangunan-bangunan tua yang besar peninggalan Belanda. Kawasan nol kilometer juga menjadi sentra perekonomian bagi masyarakat Yogyakarta, karena letaknya yang strategis. Sebut saja Kawasan Malioboro, Pasar Beringharjo, dan lain-lain.

Pasar Sore Malioboro (Sumber foto: Prie)

Kesibukan di sisi dalam Pasar Bringharjo (Sumber foto: Prie)

Pada malam hari, sepanjang trotoar sekitar perempatan Jalan Jendral Ahmad Yani dan Jalan KH Ahmad Dahlan menjadi tempat nongkrong menghabiskan malam. Banyak komunitas juga berkumpul untuk mencari inspirasi dan menyalurkan bakat dengan berekspresi.

Sambil melepas penat dan menikmati senja di titik nol kilometer Jogya saya menyantap SatΓ© bersama istri (Sumber foto: Prie).

Lalu selepas senja saya dan keluarga kembali melanjutkan perjalanan menuju Lampung sambil bersenandung kecil menirukan penggalan lirik lagu Kla Projek:

Kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi.

***

https://pratamamedia.com/sesuatu-di-sayidan-dan-km-nol-yogyakarta/

6 Komentar

  1. Okeee yg disurabaya ga di ajakπŸ™ƒ

    BalasHapus
  2. Punya cerita yg menarik dan kebahagiaan keluarga

    BalasHapus
  3. Perjalanan di penghujung thn 2022 , darri lampung smp Surabaya, dan singgah di kota Jogja penuh kenangan

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama