β„•π•˜π•’π•›π•š π”»π•šπ•£π•š ~𝕂𝕒π•ͺ𝕒 𝓭π“ͺ𝓷 π•„π•šπ•€π•œπ•šπ•Ÿ~




Seorang tetangga mendatangi Kiai.


"Pak Kiai, sangat ingin saya tinggalkan semua ini, agar bisa total pada Allah."


"Lhooo kenapa?"


"Dunia ini ruwet, mengganggu hubunganku dengan Allah."


"Hehehe, kamu pengin fokus pada Allah apa pengin lari dari kenyataan?"


"Hmm.... nganu kiai."


"Kamu bisa fokus pada Allah tanpa harus lari dari hidupmu."


"Sini Nak, duduk lebih dekat," ucap sang Kiai sambil memberi isyarat untuk mendekat.


"Kenapa kita sakit, sebab Allah mengijinkan kita sakit, lalu kenapa kemudian kita sembuh, karna Allah menghendaki kita sembuh."


"Manusia itu tidak ada yang sakti.
Jika seorang mampu mengobati, Itu hanya perantara saja, kesembuhannya ketetapan dari Allah."


Kemudian sang Kiai meraih sebuah kitab yang telah usang, membuka lalu membaca serta menerjemahkan bacaannya dalam bahasa jawa;


"Opo wae sing kito tandur, iku bakalè sing kito unduh. Wong urip kudu seimbang. Yo ibadah yo nyambut gawè. Dudu ibadah thok, njur ora nyambut gawè. Lan ora nyambut gawè thok, nganti lali ibadah."


"Jodoh, Rezeki, Maut, pancèn wis diatur, tapi dudu alesan kito njur males malesan, soyo gede ikhtiarè, soyo gede ugo nikmatè," pungkas sang Kiai sambil menutup kitabnya.


"Jadi Nak, meskipun Allah telah mengatur (menjamin) tentang rezeki, jodoh, dan maut, namun manusia masih diwajibkan untuk berikhtiar (berusaha) mencarinya, terutama untuk dua hal, yaitu rezeki dan jodoh," sambung sang Kiai kepada tetangga itu.


"Kecuali untuk satu hal Nak, kematian (maut), kamu jangan pernah mencarinya, karena ia akan datang dengan sendirinya tanpa ada seseorangpun yang mampu mencegahnya, yang perlu kamu siapkan adalah bekal untuk kematianmu," lanjut sang Kiai yang disambut anggukan dari tetangga itu.


*****


Ilustrasi foto: Keyakinan seorang pedagang yang menggantungkan rezekinya kepada Yang Maha Kaya (Sumber: Pixabay.com)


Kerja adalah suatu cara manusia untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial. Kerja juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sebagai profesi untuk mendapatkan penghasilan agar terpenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang tersebut.


Allah telah memerintahkan atau mewajibkan manusia dimuka bumi ini untuk bekerja, perintah ini berlaku untuk semua orang tanpa membeda-bedakan pangkat, status, dan jabatan seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an:


 “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum’ah : 10)


Allah memang telah berjanji akan memberikan rizki kepada semua makhluq-Nya. Akan tetapi janji ini tidak dengan cek kosong, seseorang akan mendapatkan rizki kalau ia mau berusaha, berjalan dan bertebaran di penjuru-penjuru bumi. Karena Allah menciptakan bumi dan seisinya untuk kemakmuran manusia.


"Tapi Kiai, mengapa ada orang yang sudah bekerja banting tulang tapi penghidupannya masih kekurangan, sementara ada orang yang dengan begitu mudahnya mendapatkan kekayaan dari pekerjaan yang ia lakukan?" tanya tetangga itu.


Ilustrasi foto: si Kaya dan Si Miskin (Sumber: Pixabay.com)


Sang Kiai tidak langsung menjawab, nampak Nyai Kiai sedang menyuguhkan dua cangkir kopi panas untuk mereka.


Sesaat kemudian, "Silahkan diminum kopinya Nak," ucap sang Kiai mempersilahkan tetangga itu untuk meminum kopi hangat yang disuguhkan oleh Nyai Kiai tadi.


Hening sejenak. Setelah mensesap kopi dan menghembuskan asap rokoknya, sang Kiai berucap;


"Di Al Qur'an Allah sudah dawuh Nak; Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, 'Kami telah beriman,' dan mereka tidak diuji?" ucap sang Kiai mengutip QS. Al 'Ankabut : 2.


“Dan kami akan uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan,” lanjut sang Kiai sambil kembali mengutip ayat lainnya dari firman Allah pada QS. Al Anbiya : 35.


Sesungguhnya ujian itu ada yang menyenangkan dan ada yang membencikan. Namun banyak orang yang meminta pada kekayaan dalam setiap do’anya. Artinya, minta diuji dengan hal yang menyenangkan.


Untuk itu, kekayaan adalah rahmat sekaligus ujian, untuk menguji apakah kita mampu bersyukur dan mau mengeluarkan sebagian harta untuk zakat infak shodaqoh.


“Nanti kita akan ditanya dari mana dan untuk apa harta yang dimiliki pada saat kita dihisab kelak Nak," ucap sang Kiai menambahkan.


Kembali hening. Nampak sang Kiai memantikkan korek api dan menyalakan batang rokok yang kesekian sambil mensesap kembali kopinya.


"Demikian juga dengan kemiskinan Nak, ia pun merupakan ujian," kata Kiai lagi.


Sang Kiai melanjutkan dengan menjelaskan bahwa terkadang, ketika seorang Muslim dihadapkan dengan kemiskinan, malah menjadikannya sebagai seseorang yang kufur, banyak menyalahkan Allah, dan hal itu mendatangkan bala (ujian buruk) pada dirinya.


Tidak sedikit orang yang mengalami kemiskinan lalu berkecil hati. Sikap ini juga yang acapkali memunculkan rasa dengki terhadap orang lain, lebih-lebih kepada orang yang dianggap lebih kaya. Dan yang lebih parahnya, hal yang seperti ini dapat menjadikan seseorang murtad. Seperti yang disabdakan oleh Nabi, “Kemiskinan hampir-hampir membawa seseorang kepada kekufuran.”


*****


Ilustrasi foto: si Kaya dan Si Miskin (Sumber: Pixabay.com)


Allah telah menentukan pembagian rezeki di antara hamba-hambaNya, lalu ada yang miskin ada pula yang kaya. Adapun bagi orang yang ditakdirkan miskin, maka di antara hikmahnya, agar hamba yang miskin tersebut merasa senantiasa membutuhkan Allah, sehingga muncullah berbagai macam bentuk peribadatan dari dirinya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin, seperti banyak berdo'a, senantiasa bertawakal, mendekatkan diri kepadaNya dan ia pun berkesempatan meraih derajat orang-orang yang bersabar.


Demikian juga bagi orang yang kaya, ia akan mengetahui dan merasakan betapa besarnya nikmat Allah atas dirinya. Sehingga akan terdorong untuk mensyukurinya, karena ia sadar bahwa kekayaan itu adalah ujian, maka ia berusaha jalani ujian itu dengan sebaik-baiknya, sehingga ia menjadi golongan orang-orang yang bersyukur kepada Allah.


Jika demikian sikap keduanya (miskin dan kaya), maka sesungguhnya kekayaan dan kemiskinan itu sama saja bagi seorang muslim, yaitu sama-sama sebagai ujian dari Allah asalkan seseorang sudah sungguh-sungguh berusaha mengambil yang bermanfaat dalam hidupnya sesuai dengan ajaran Allah. Yang membedakan diantara keduanya hanyalah ketaqwaan. [Prie]


*****


Di baca dari berbagai Sumber:


https://muslim.or.id/25005-ada-yang-miskin-dan-ada-yang-kaya-apa-hikmahnya.html


https://www.kompasiana.com/zidafarha/574858bf0323bdf508cd91e5/kewajiban-bekerja-dalam-islam


https://ibadah.co.id/dunia-islam/bersabarlah-dengan-kemiskinan-ia-adalah-jalan-penghantar-ke-surga/

6 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama